Jumat, 27 November 2015
IMAM GHAZALI
Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid
ibn Muhammad ibn Ahmad Al-Ghazali, diberi gelar hujjah Al-Islam. Ia lahir di Thus, bagian dari kota khurasan
Iran pada 450 H (1059 M). Ayanya
tergolong orang yang hidup sangat sederhana sebagai pemental benang, tetapi
mempunyai semangat keagamaan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari simpatinya kepada
ulama’ , dan mengharapkan anaknya menjadi
ulama’ yang selalu memberikan nasehat kepada manusia. Itulah sebabnya , sebelum wafat, ia
menitipkan anaknya, Al-Ghazali dan saudaranya Ahmad yang saat itu masih kecil
kepada ahli tasawuf untuk mendapatkan didikan dan bimbingan. Di perkirakan Al-Ghazali hidup dalam suasana
kesederhanaan sufi tersebut sampai usia 15 tahun (450-465 H).
Pada tahun 488 H (1095 M),
Al-Ghazali dilanda keragu-raguan, skeptis, terhadap ilmu-ilmu yang
dipelajarinya (hukum, teologi, dan filsafat) kegunaan pekerjaannya, dan
karya-karya yang dihasilkannya sehingga ia menderita penyakit selama dua bulan
dan sulit diobati. Oleh karena itu, Al-Ghazali
tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di Madrasah Nizhamiyah. Akhirnya ia meninggalkan Baghdad menuju kota
Damaskus. Selama kira-kira dua tahun
dikota ini, Al-Ghozali melakukan uzlah, riyadhah, dan mujahadah. Kemudian ia pindah kebait Al-Maqdis Palestina
untuk melaksanakan ibadah serupa. Setelah itu, ia tergerak hatinya untuk
menunaikan ibadah haji dan menziarahi makam rosulullah. Sepulang dari tanah suci, Al-Ghazali
mengunjungi kota kelahirannya Thus dan disinipun, ia tetap berkhalwat. Keadaan skeptic Al-Ghazali berlangsung selama
sepuluh tahun. Pada periode itulah ia
menulis karya terbesar Ihya’ Ulum Ad-din (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama)
Al-Ghazali senantiasa menjadi fokus pembicaraan dan sorotan, baik yang
bernada pro maupun kontra. Di satu
pihak, Al-Ghazali dipandang sebagai pembela islam. Dipihak lain, Al-Ghazali dipandang sebagai
penghambat kemajuan pemikiran umat islam.
Hal ini karena karya Tahafut Al-Falasifah mengakibatkan filsafat
islam tidak lagi muncul didunia islam.
Ditambah lagi dengan Tasawufnya yang lebih mengutamakan aspek rasa dan
kasuf dari pada pemikiran yang rasional kritis.
Delapan puluh sesudah wafat
Al-Ghazali, lahir seorang filsuf muslim didunia barat, bernama ibn Rusyd,
berusaha untuk menjawab kritikan Al-Ghazali terhadap filsafat dalam bukunya Tahafut
Al-Falasifah. Ia juga memberikan pembahasan yang mendalam antara hubungan
antara agama dan filsafat. Disamping
itu, ia belajar ilmu fiqh, ilmu pasti, dan ilmu kedokteran di Svilla kemudian berhenti
dan pulang ke Cordova untuk melakukan studi, penelitian, membaca buku, dan
menulis.